Sebuah
unggahan dengan narasi seorang juara olimpiade internasional yang gagal lolos
SNMPTN dan SBMPTN, viral di media sosial sejak diunggah 28 Agustus 2020.
Rayhan Danendra Wiracalosa saat mengikuti ajang International Olympiad of Metropolises 2019 di Moscow, Rusia.
Unggahan
tersebut dibagikan oleh akun Twitter @wiracalosa yang tidak lain adalah sang
penyandang status gelar juara olimpiade internasional tersebut.
Adalah
Rayhan Danendra Wiracalosa, yang membagikan kisahnya saat gagal melanjutkan
studi ke perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN.
Hingga
berita ini diturunkan, unggahan Rayhan tersebut telah di retweet lebih dari
13.000 kali dan disukai lebih dari 52.000 kali.
Ini
kisah Rayhan...
Bercita-cita
jadi juara di Olimpiade Sains Nasional (OSN)
Rayhan
mengaku sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ia bermimpi menjadi juara di
ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Seiring
berjalannya waktu, mimpi Rayhan itu pun terwujud di tahun 2019 ketika meraih
medali perak bidang Fisika di OSN 2019, Manado.
Berkah
dari menjuarai ajang tersebut, Rayhan mendapat kesempatan untuk mewakili
daerahnya ke ajang olimpiade internasional.
"Sekaligus
saya terpilih untuk mewakili DKI Jakarta di ajang International Olympiad of
Metropolises 2019, Moscow," ucap Rayhan saat dihubungi Kompas.com, Minggu
(6/9/2020).
Bukan
hanya sebagai pelengkap, Rayhan membuktikan bahwa dirinya memang berprestasi
dengan mendapat medali perunggu di bidang fisika pada ajang internasional itu.
Berbekal
prestasi yang ia raih di olimpiade nasional dan internasional tersebut, Rayhan
sangat optimistis dapat diterima pada jalur undangan saat seleksi masuk
perguruan tinggi.
"Setelah
semua prestasi yang saya raih, ditambah juga saya bisa menjaga nilai sekolah
saya. Saya awalnya optimistis untuk diterima di jalur SNMPTN (undangan),"
kata Rayhan.
Selain
itu, tambah dia, semua guru di sekolahnya juga berkata demikian kepadanya
sehingga membuatnya semakin semangat.
Gagal
lolos SNMPTN
Waktu
yang dinanti pun tiba, tetapi takdir berkata lain, Rayhan dinyatakan gagal
diterima melalui jalur SNMPTN.
Saat
itu, dia memilih Sekolah Teknik Elektronika dan Informatika (STEI) ITB dan Fakultas
Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB.
Dia
pun sempat merasa semua prestasi yang pernah ia raih semasa duduk di bangku SMA
menjadi sia-sia dan tak berguna.
"Seolah
olah, prestasi prestasi yang sudah saya capai selama 3 tahun di SMA menjadi sia
sia. Walaupun saya yakin tidak ada yang sia-sia," kata Rayhan.
Karena
apa yang dia impikan tidak terwujud, Rayhah membutuhkan waktu 3-4 hari untuk
menenangkan diri dan mencoba bangkit.
"Lagi
pula hasil juga sudah mutlak, kan?" tanya Rayhan kepada diri sendiri.
Setelah
sedikit melupakan kegagalannya di SNMPTN, Rayhan akhirnya memfokuskan diri
untuk belajar lebih giat agar bisa lolos di jalur berikutnya, yakni SBMPTN.
Intensitas
belajar, lanjut Rayhan, ditingkatkan hingga memakan waktu belasan jam dan
berakibat kurangnya waktu istirahat.
"Saya
belajar sampai 12 jam saya lakuin dengan waktu tidur hanya 4-5 jam. Saya benar
benar tidak mau gagal di SBMPTN," jelas Rayhan.
Ayah
meninggal dunia karena stroke
Bayang-bayang
gagal SNMPTN belum sepenuhnya hilang dari benak Rayhan, kini dia diberikan
cobaan yang lainnya ketika sang ayah menghadap ke Sang Ilahi.
Ayah
Rayhan pergi untuk selama-lamanya karena penyakit stroke yang telah lama
dideritanya.
"Papa
saya meninggal akibat serangan stroke yang dideritanya. Papa bukan hanya
seorang ayah buat saya, tapi beliau seorang teman," ungkap Rayhan.
Rayhan
menambahkan, setiap kali dirinya merasa lelah semasa berjuang di ajang OSN
lalu, orang pertama yang selalu mendukung dan memotivasinya untuk lebih
semangat adalah sang ayah.
Sang
ayah, Rayhan melanjutkan, walau tidak memiliki latar belakang pendidikan
Fisika, tetapi selalu membantunya untuk menjadi lebih baik.
Dan
Rayhan benar-benar kehilangan semuanya.
"Saya
benar benar kehilangan semuanya. Mungkin kehilangan PTN tidak jadi masalah,
karena PTN bisa dicari dengan banyak jalur. Tapi kehilangan Papa? Apakah bisa
diganti? Enggak," papar dia.
Gagal
lolos SBMPTN
Sepeninggal
sang ayah, Rayhan tetap melanjutkan belajarnya meskipun di bawah tekanan
mental.
Rayhan
mengaku life must go on, hidup terus berjalan, dan akan menjadi pribadi yang
lebih baik lagi.
"Waktu
tidur akhirnya saya kurangi menjadi 2-3 jam per hari," ucap Rayhan.
Pada
mulanya, impian Rayhan adalah ingin melanjutkan studi di jurusan teknik mesin,
tetapi keinginannya itu berubah setelah ayahnya meninggal dunia.
Ia
berubah pikiran untuk menjadi dokter karena merasa penasaran dan ingin
mengetahui lebih dalam tentang penyakit yang dialami ayahnya.
Kali
ini, dia mencoba memilih jurusan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(UI) dan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS).
Hari
yang ditunggu pun tiba, di mana hari diumumkannya hasil SBMPTN.
"Pengumuman
SBMPTN pun berlangsung, dan akhirnya saya dinyatakan gagal lolos seleksi. Three
times strikes out. Gagal SNMPTN, papa meninggal dan gagal SBMPTN," sesal
Rayhan.
Mendapat
ganti
Seolah
olah, kata Rayhan, kebahagiaan yang ia peroleh pada 2019 digantikan menjadi
sebuah ujian pada 2020 ini.
Ia
sempat berpikir bahwa Sang Kuasa sangat mudah membalikkan keadaan manusia dari
titik tertinggi (kebahagiaan) menjadi titik terendah (ujian dari Tuhan).
Namun,
Rayhan juga berpikir bahwa Sang Pencipta uga akan mudah membalikkan kondisi
seseorang dari titik terendah, menjadi titik tertinggi.
"Alhamdulillah,
saya diberi ujian. Berarti Tuhan masih memperhatikan saya. Saya percaya pasti
akan ada kebahagiaan yang datang ke saya," jelas Rayhan.
Setelah
semua ujian berhasil ia lewati, Rayhan pun mendapat kebahagiaan setelahnya.
Agustus
2020 ini, seolah menjadi bulan baik baginya karena Rayhan berhasil diterima di
banyak universitas, bahkan beberapa di antaranya adalah universitas ternama.
"18
Agustus saya diterima di Teknik Mesin UI (Jalur Simak) dan Teknik Mesin UNS
(Jalur Prestasi), 23 Agustus diterima di Fakultas Kedokteran UNPAD (jalur
Prestasi). Diterima juga di Universitas Bina Nusantara (BINUS) dengan beasiswa
full, diterima melalui jalur prestasi untuk kuliah di Ilmu Biomedis Universitas
Andalas, Padang," jelas Rayhan.
Pilih
tidak merantau
Dengan
banyaknya universitas yang menerimanya itu, Rayhan sempat kebingungan untuk
memilih mana yang terbaik bagi dirinya.
Akhirnya,
Rayhan memilih kuliah di jurusan Teknik Mesin, Universitas Indonesia (UI).
Terdapat
alasan utama mengapa Rayhan memilih UI sebagai tempat berikutnya menimba ilmu.
"Papa
saya baru meninggal 4 bulan yang lalu. Tanggung jawab keluarga sekarang ada di
saya. Walaupun saya anak bungsu, tetapi saya satu satu nya laki-laki di
keluarga. Jadi saya mikirin juga untuk enggak mau merantau dan sebisa mungkin
kuliah di tempat yang terdekat," jelas Rayhan.
"Apalagi sekarang peran Papa harus saya
gantikan," imbuh dia.
Rayhan
berharap, kisahnya yang ramai di media sosial ini bisa memotivasi para siswa
yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi.
sumber terkait : kompas.com