Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem mengklarifikasi sejumlah pemberitaan
yang menyebutkan dirinya mewacanakan menghapus Ujian Nasional ( UN) pada tahun
2021.
Ia
menegaskan, kata yang lebih tepat bukanlah menghapus UN, melainkan mengganti UN
dengan sistem penilaian baru.
"Beberapa
hal agar tidak ada mispersepsi, UN itu tidak dihapuskan. Mohon maaf, kata
dihapus itu hanya headline di media agar diklik, karena itu yang paling laku.
Jadinya, UN itu diganti jadi asesmen kompetensi," kata Nadiem dalam rapat
bersama Komisi X DPR di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Selain
dengan asesmen kompetensi, UN juga akan diganti dengan survei karakter.
Menurut
Nadiem, kedua penilaian itu merupakan penyederhanaan dari UN.
Ia
pun menegaskan sekali lagi bahwa bahasa yang tepat bukanlah menghapus UN,
melainkan mengganti sistem UN.
"Yang
dihapus itu adalah format seperti yang sekarang. Yang dihapus itu adalah format
per mata pelajaran mengikuti kelengkapan silabus daripada kurikulum,"
papar dia.
"Diganti,
tapi dengan asesmen kompetensi minimum, yaitu hampir mirip-mirip seperti PISA,
yaitu literasi, numerasi, plus ada satu survei karakter," sambung Nadiem.
Mengenai
asesmen kompetensi minimum dan survei karakter itu, Nadiem telah menjelaskannya
dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI.
Terdapat
tiga alasan UN perlu diganti dengan kedua pola penilaian tersebut. UN dinilai
terlalu fokus pada kemampuan menghafal dan membebani siswa, orang tua, serta
guru.
Selain
itu, UN juga dinilai tidak menyentuh kemampuan pengembangan kognitif dan
karakter siswa.
"Untuk
menilai aspek kognitif pun belum mantap. Karena bukan kognitif yang dites, tapi
aspek memori. Memori dan kognitif adalah dua hal yang berbeda," kata
Nadiem di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
"Bahkan
tidak menyentuh karakter, values dari anak tersebut yang saya bilang, bahkan
sama penting atau lebih penting dari kemampuan kognitif," lanjut dia.
sumber
terkait : kompas.com
No comments:
Post a Comment