Keputusan Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam memecat 109 tenaga medis yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir, Sumatera Selatan, menjadi sorotan.
Ilyas menjelaskan, alasan pemecatan terhadap ratusan tenaga medis yang melakukan mogok kerja sejak Jumat (15/5/2020) tersebut sudah tepat.
Pemecatan itu, menurut dia, tidak akan memengaruhi pelayanan kepada masyarakat.
“Tidak usah masuk lagi, kita cari yang baru, dengan 109 ini diberhentikan dengan tidak hormat tidak mengganggu aktivitas rumah sakit,” kata dia saat dikonfirmasi di Kantor Badan Amil Zakat Nasional Ogan Ilir, Kamis (21/5/2020).
Berikut ini penjelasan penting dari keputusan Bupati Ogan Ilir tersebut:
1. Mogok tanpa dasar yang kuat
Menurut Ilyas, aksi protes oleh para tenaga medis dianggap tak memiliki dasar yang kuat, bahkan cenderung mengada-ada.
Sebab, semua tuntutan mereka terkait dengan kebutuhan alat pelindung diri (APD) standar, rumah singgah, hingga insentif selama ini sudah tersedia.
“Insentif sudah ada, minta sediakan rumah singgah, sudah ada 34 kamar ada kasur, dan pakai AC semua, bilang APD minim, APD ribuan ada di RSUD Ogan Ilir, silakan cek,” jelas Ilyas.
"Apa yang mereka tuntut, semua sudah ada, mereka kerja juga belum kok, baru datang pasien corona sudah bubar, enggak masuk, gimana itu,” jelas Ilyas.
2. Diberhentikan secara tidak hormat
Seperti diberitakan sebelumnya, ratusan tenaga medis yang melakukan mogok sejak Jumat (15/5/2020) dipecat secara tidak hormat.
“Ya, sudah diberhentikan, saya yang menandatangani surat pemberhentiannya,” kata Ilyas.
Ia menjelaskan, dari total 109 tenaga medis yang dipecat tersebut, terdapat 14 dokter spesialis, delapan dokter umum, 33 perawat berstatus aparatur sipil negara (ASN), dan 11 tenaga honorer di RSUD Ogan Ilir.
3. Protes terkait insentif
Para tenaga medis di RSUD Ogan Ilir melakukan protes karena berbagai alasan, antara lain, terkait minimnya APD minim, tidak jelasnya insentif, tidak ada rumah singgah, dan gaji yang diterima tenaga medis honorer hanya Rp 750.000 per bulan.
Menurut sumber Kompas.com, risiko yang diterima petugas medis tersebut tak sebanding dengan kesejahteraan yang diterima.
“Tenaga paramedis tidak mau melaksanakan perintah pihak rumah sakit karena tidak ada surat tugas. Selain itu, tidak ada kejelasan soal insentif bagi mereka. Mereka hanya menerima honor bulanan sebesar Rp 750.000, sementara mereka diminta juga menangani warga yang positif Covid-19,” jelas sumber tersebut.
4. Penjelasan rumah sakit
Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah tudingan yang disampaikan para tenaga medis yang menggelar protes, terkait ketersedian APD, rumah singgah, dan insentif.
Roretta bahkan menganggap mereka yang protes ketakutan saat diminta menangani pasien corona.
“Mereka lari ketakutan saat melihat ada pasien yang positif Covid-19," jelas Roretta.
“Tidak ada tenaga dokter, mereka para tenaga medis seperti perawat dan sopir ambulans, mereka itu takut menangani pasien positif Covid-19, itu saja, bukan karena soal lain,” tambah Roretta.
5. Penjelasan Jubir Gugus Tugas
Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Ogan Ilir Wahyudi menjelaskan, insentif dari pemda tetap diberikan, tetapi besaran nilainya bagi setiap tenaga medis berbeda-beda, tergantung dengan kasus dan risiko.
“Insentif sesuai tingkat risiko,” kata Wahyudi saat dikonfirmasi, Minggu (17/5/2020).
Pemberian insentif tersebut, menurut Wahyudi, sebagai bentuk keseriusan Pemkab Ogan Ilir terhadap upaya penanganan Covid-19.
Namun demikian, dirinya enggan membeberkan besaran nilai insentif dan penjelasan risiko yang dimaksud tersebut.
“RSUD
difokuskan untuk penanganan Covid-19 dengan memberikan insentif per kasus dalam
penanganan pasien Covid-19. Ini bukti keseriusan Pemkab Ogan Ilir dalam memutus
rantai penyebaran virus corona,” kata Wahyudi.
sumber terkait : kompas.com
No comments:
Post a Comment